Jika urusan masalah buang hajat saja Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam mengabarkan, tentulah masalah Maulid Nabi juga Nabi kabarkan. Namun, tidak ada Nabi dan satupun para shahabat Nabi yang merayakan ataupun memperingatinya.
1. Al-Hafidz Abu Zur'ah Al-'Iroqi rahimahullah ta'la mengatakan :
لَا نعلمُ ذلكَ -أيْ عملَ المولدِ- ولوْ بإطعامٍ الطعامِ عنْ السلفِ
"Kami tidak mengetahui dari perbuatan salaf adanya peringatan maulid Nabi, walaupun hanya dengan memberi makan." (Tasyniful Aadzaan : 136)
2. Imam Ibnu Hajar Al-'Asqalani, beliau menyatakan :
أَصْلُ عَمَلِ الْمَوْلِدِ بِدْعَةٌ لَمْ تُنْقَلْ عَنِ السَّلَفِ الصَّالِحِ مِنَ الْقُرُوْنِ الثَّلاَثَةِ
“Dasar peringatan Maulid adalah bid'ah tidak dinukil dari seorang pun dari Salafus Shalih dari tiga generasi" (As-Suyuthi, Al-Hawi Li Al-Fatawa, I, 229)
3. Imam As-Sakhawi mengatakan :
سئلت عن أصل عمل المولد الشريف؟ فأجبت: لم ينقل عن أحد من السلف الصالح في القرون الثلاثة الفاضلة، وإنما حدث بعد
“Saya pernah ditanya tentang dasar maulid Nabi yang mulia ?
Kemudian saya menjawab :
"Hal itu tidak dinukil dari salah satu pun salafus shalih di tiga generasi yang utama tetapi ada setelah itu". (As-Sakhawi, Al-Ajwibah Al-Mardhiyyah, Juz III, Halaman 1116).
4. Syaikh Ibnu Thabbakh, mengatakan :
ليس هذا من السّنن
“Hal ini bukanlah termasuk dari sunnah-sunnah Rasul". (Muhammad As-Shalihi As-Syami, Subul Al-Huda Wa Ar-Rasyad Fi Sirah Khair Al-‘Ibad, juz I, Halaman 364)
5. Syaikh At-Tazmanti, termasuk tokoh Syafi’iyah mengatakan :
هذا الفعل لم يقع في الصّدر الأول من السلف الصالح مع تعظيمهم وحبِّهم له – أي: للنّبِيِّ – إِعْظِيْمًا وَمَحَبَّةً لَا يَبْلُغُ جمعنا الواحد منهم
“Pebuatan ini tidak pernah ada di masa awal dari kalangan Salafus Shalih, bersamaan pengagungan mereka dan kecintaan mereka terhadap Nabi Muhammad itu tidak memcapai seluruh orang diantara kita terhadap satu orang diantara mereka (para salaf) ". (Muhammad As-Shalihi As-Syami, Subul al-Huda wa ar-Rasyad Fi Sirah Khair Al-‘Ibâad, juz I, halaman 364)
6. Al-Imam Al-Hafidz Ibnu Katsir Asy-Syafi'i rahimahullah ta'ala mengatakan :
وأما أهل السنة والجماعة فيقولون في كل فعل وقول لم يثبت عن الصحابة : هو بدعة ; لأنه لو كان خيرا لسبقونا إليه ؛ لأنهم لم يتركوا خصلة من خصال الخير إلا وقد بادروا إليها .
"Adapun Ahlus Sunnah Wal Jama'ah mereka mengatakan : "Setiap perbuatan dan ucapan yang tidak tetap/tidak shahih dari Sahabat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam : itu adalah bid'ah, karena "Lau kana khairan Lasabaquna ilaih" (kalau perbuatan atau ucapan itu baik niscaya mereka para sahabat tentu telah mendahului kita pada hal tersebut), karena sesungguhnya mereka para sahabat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam tidaklah meninggalkan satupun dari teladan praktek kebaikan kecuali mereka telah bergegas melakukannya" (Tafsir Ibnu Katsir Al-Musamma Tafsir Al-Qur'an Al-'Adzim Al-Maktabah Al-'Ashriyyah Beirut jilid 8 halaman 10)
7. Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullah,
المَولِد لَم أجِدُّ إلى الآن دَلِيلاً يَدُلُ عَلَى ثُبوتِهِ مِنَ كِتَابٍ ، ولا سُنَّةٍ ، ولا إجمَاعٍ ، ولا قِيَّاسٍ ، ولا إستِدلَالٍ ، بَل أجمَعَ المُسلِمُون أنَّهُ لَم يُوجَد فِي عَصرِ خَير القُرونِ ، ولا الَّذِينَ يَلونَهُم ، ولا الَّذِينَ يَلونَهُم .
“Tentang Maulid, aku tidak mendapati sampai sekarang ada satu dalil pun yang menunjukkan kepastiannya, baik dari al-Qur’an, Sunnah Nabi, Ijma’, maupun Qiyas, tidak pula pendalilan. Bahkan kaum muslimin sepakat bahwa maulid tidak ada pada masa generasi terbaik (generasi shahabat), tidak pula pada masa generasi setelahnya, tidak pula pada generasi setelahnya lagi.” (al-Fath ar-Rabbani 2/1088)
8. Berkata Al-allamah Tajuddin Al-fakihani Al-maliki (wafat tahun 734 H) :
لا أعلم لهذا المولد أصلاً في كتاب ولا سنة ، ولا ينُقل عمله عن أحد من علماء الأمة الذين هم القدوة في الدين المتمسكون بآثار المتقدمين ، بل هو بدعة أحدثها البطَّالون ، وشهوة نفس اعتنى بها الأكَّالون .
“Saya tidak mengetahui asal usul maulid ini dari qur'an dan sunnah, dan tidak dinukilkan pengamalannya dari seorangpun dari para ulama umat ini yang mana mereka adalah tauladan dalam agama yang berpegang teguh dengan jejak-jejak orang-orang terdahulu (as-salaf), bahkan ia adalah bid'ah yang dimunculkan oleh orang-orang yang suka berhura-hura, dan syahwat jiwa yang menjadi perhatian para pemakan harta manusia (dengan cara batil).” (Al-maurid fi amalil maulid (3)
9. Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin رحمه الله berkata :
أقول :"إن الاحتفال بالمولد النبي ﷺ ليس معروفا عن السلف الصالح ، وما فعله الخلفاء الراشدون ، ولا فعله الصحابة ولا التابعون لهم بإحسان ، ولا أئمة المسلمين من بعدهم
Saya katakan, "Sesungguhnya perayaan maulid Nabi ﷺ tidaklah diketahui dari para salaf as-Shalih (pendahulu yang shalih), tidak diamalkan oleh Empat khalifah yang terbimbing, tidak para Sahabat dan yang mengikuti mereka dengan baik dan tidak pula para Imam kaum muslimin setelah mereka". (Al-Liqa asy-Syahr : 66)
10. Syaikh Shalih al-Fauzan hafidzahullah mengatakan,
وإذا عرضنا الاحتفَـال_بالمولد النبوي فلَم نجِد له أصلاً في سنة رسُـول الله، ولا فِي سنّة خلفَائه الرّاشدين، إذاً فهُو مِن محْدثَات الأمُور وَمِـن البــدَع المضلّلة.
"Apabila kita mau meneliti perayaan kelahiran nabi (maulid nabi), maka kita tidak akan mendapatkan sumbernya dari Sunnah Rasulullah dan tidak pula pada Khulafaur Rasyidin. Dengan demikian perkara tersebut merupakan perkara yang baru dalam agama dan termasuk bid'ah yang menyesatkan." (Huququn Nabi bainal Ijlal wal Ikhlal 139)
11. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
وكذلك ما يحدثه بعض الناس ، إما مضاهاة للنصارى في ميلاد عيسى عليه السلام ، وإما محبة للنبي صلى الله عليه وسلم وتعظيما له ، والله قد يثيبهم على المحبة والاجتهاد ، لا على البدع: من اتخاذ مولد النبي صلى الله عليه وسلم عيدا مع اختلاف الناس في مولده ﻓﺈﻥ ﻫﺬا ﻟﻢ ﻳﻔﻌﻠﻪ اﻟﺴﻠﻒ ﻣﻊ ﻗﻴﺎﻡ اﻟﻤﻘﺘﻀﻲ ﻟﻪ ﻭﻋﺪﻡ اﻟﻤﺎﻧﻊ ﻣﻨﻪ ﻭﻟﻮ ﻛﺎﻥ ﻫﺬا ﺧﻴﺮاً ﻣﺤﻀﺎً ﺃﻭ ﺭاﺟﺤﺎً ﻟﻜﺎﻥ اﻟﺴﻠﻒ ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﻢ ﺃﺣﻖ ﺑﻪ ﻣﻨﺎ ﻓﺈﻧﻬﻢ ﻛﺎﻧﻮا ﺃﺷﺪ ﻣﺤﺒﺔ ﻟﺮﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ - ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﻭﺗﻌﻈﻴﻤﺎً ﻟﻪ ﻣﻨﺎ ﻭﻫﻢ ﻋﻠﻰ اﻟﺨﻴﺮ ﺃﺣﺮﺹ.
"Demikian pula yang diada-adakan oleh sebagian orang berupa merayakan maulid nabi sebagai hari raya, padahal ada perbedaan pendapat kapan lahirnya beliau. merayakan maulid nabi, ada kalanya dalam rangka menyaingi orang nasrani pada perayaan kelahiran nabi Isa, atau karena mencintai nabi shalallahu alaihi wa salam dan memuliakannya. Allah hanya memberikan pahala kepada mereka karena kecintaan mereka kepada Nabi, dan bukan karena kebid’ahan yang diada-adakan oleh mereka.
Sesungguhnya hal ini tidak pernah dilakukan oleh salaf (generasi pertama umat Islam) meskipun mereka mampu untuk mengerjakannya dan tidak ada penghalangnya.
Seandainya hal itu merupakan kebaikan yang murni atau lebih kuat kebaikannya niscaya salaf adalah generasi yang paling berhak untuk merayakannya daripada kita (generasi terakhir umat ini).
Karena mereka sangat mencintai dan memuliakan Nabi shalallahu alaihi wa salam daripada kita, dan mereka lebih bersemangat dalam kebaikan dan amal salehnya." (Iqtidha'us Shirathil Mustaqim (jilid 1/hlm. 295).
Wallahu'alam
0 Komentar