Meluruskan Kerancuan Sang Doktor (DR)


Oleh : Buya Abdurrahman Thoyyib

Beberapa saat yang lalu ada kiriman tulisan DR (kelihatannya sudah beredar beberapa bulan yang lalu) yang sangat rancu seperti sebelum-sebelumnya yang -alhamdulillah- sudah pernah kami bantah dan luruskan.

Dan kerancuannya yang sekarang ini berkaitan dengan prinsip aqidah mendengar dan taat kepada pemimpin kaum muslimin dan hal ini tidak kalah berbahayanya dengan yang barusan kita bantah dari syubhat yang berkaitan dengan kudeta.

Sang DR mengatakan yang di tulis pada 4 Maret 2024 :

Tauhid keempat.

Telah masyhur di kalangan ulama' bahwa tauhid itu terbagi menjadi 3 bagian:
1. Tahuid Rububiyah
2. Tauhid Uluhiyah
3. Tauhid asma' wa as sifat.

Pembagian ini adalah hasil istiqra' (induksi) ulama terhadap dalil dalil yang ada. Dasar pemikirannya sebagai beriku:

Syari'at Islam ini sejatinya kembali kepada tiga jenis tauhid di atas:
Penjelasan dan pengakuan akan keesaan Allah dalam hal mencipta, mengatur alam semesta, atau berkaitan tentang konsekwensi dari pengakuan tersebut dengan memurnikan ibadah kepada-Nya dan yang ketiga berkaitan pengenalan tentang siapa sejatinya ALlah Ta'ala melalui nama dan sifat-Nya.

Sebagian orang berusaha memunculkan tauhid keempat yaitu tauhid hakimiyah, alias penetapan hukum kembali hanya kepada Allah.

Tidak cukup memunculkan macam keempat, mereka menganggap bahwa tauhid jenis ini lebih diprioritaskan dibanding 3 jenis tauhid di atas. Akibatnya, fokus kegiatan dan dakwah mereka ditujukan bagaimana mendirikan negara, atau menerapkan hukum Allah dalam kehidupan bernegara.

Sayangnya, konsep hukum menurut mereka sering kali terkesan sempit dalam kehidupan bernegara bukan kehidupan manusia secara utuh dan luas.

Di sisi lain, ada orang orang yang secara lisan tidak mengakui adanya jenis tauhid keempat, bahkan dengan keras menentangnya, namun secara kenyataan, mereka sekolam dengan pengusung pembagian tauhid mejadi empat bagian. 

Ah masak?

Coba deh kawan, amati saja sikap dan ucapan msebagian orang, yang menjadikan : "ketaatan kepada penguasa" sebagai syarat mutlak bagi siapapun yang hendak menjadi muslim yang taat atau sebut saja ahlussunnah wa al jamaah.

Walau anda telah memahami, dan mengamalkan ketiga tauhid, rububiyah, uluhiyah dan asma wa as sifat, namun bila berbeda sikap dan pendapat dengan penguasa negri "kan'an" maka anda dianggap sesat dan ahlunnar....

Itulah statementnya yang akan kami bantah dan luruskan dengan memohon taufik-Nya.

Meyakini wajibnya mendengar dan taat kepada pemimpin kaum muslimin dalam hal yang tidak bermaksiat kepada Allah merupakan salah satu prinsip Ahlussunnah wal jamaah yang hampir selalu ada dalam setiap kitab aqidah Salaf. Di antaranya :

- Imam Al-Muzani rahimahullah berkata : Mentaati ulil amri dalam hal yang diridhai Allah ta'ala dan meninggalkan yang dimurkai-Nya. Tidak memberontak ketika mereka berbuat kecurangan dan kezhaliman serta bertaubat kepada Allah agar Allah menjadikan mereka menyayangi rakyat mereka. (Syarhu As-Sunnah hal. 46 dengan syarah Syaikh Ahmad bin Yahya An-Najmi)

- Imam Ath-Thahawi rahimahullah berkata : Kami berpendapat bahwa taat kepada pemimpin kaum muslimin merupakan bentuk taat kepada Allah yang wajib (hukumnya) selama tidak memerintahkan kepada maksiat. (Al-Aqidah Ath-Thahawiyah hal. 11 poin 72) 

- Imam Abu Hatim dan Abu Zur'ah Ar-Raziain rahimahumallahu berkata : Kami tidak membolehkan kudeta terhadap para pemimpin (kaum muslimin) dan berperang di kala fitnah. Kami mendengar dan mentaati pemimpin kaum muslimin serta tidak mencabut tangan dari ketaatan kepada mereka. (Ashlu As-Sunnah Wa I'tiqad Ad-Din hal. 285 oleh Abu Hatim dan Abu Zur'ah Ar-Raziain dengan syarah Syaikh Muhammad Musa Alu Nashr) 

Barangsiapa yang tidak meyakini akan wajibnya mendengar dan taat kepada pemimpin kaum muslimin dalam hal yang tidak bermaksiat kepada Allah, maka dia mubtadi' keluar dari Ahlussunnah (meskipun dia meyakini tauhid dengan 3 macamnya).

Inilah ucapan para ulama Ahlussunnah yang dulu maupun sekarang :

- Imam Ahmad rahimahullah berkata : Di antara As-Sunnah (prinsip-prinsip aqidah) yang wajib (dipegang erat sampai mati) yang barangsiapa meninggalkan salah satu darinya, tidak menerimanya, dan tidak mengimaninya, maka dia bukan Ahlussunnah.... (Di antaranya) Mendengar dan taat kepada pemimpin kaum muslimin yang baik maupun yang fajir, yang menguasai kekhalifahan serta manusia bersatu di atasnya, meridhainya, dan yang berhasil mengkudeta lalu berhasil menjadi khalifah dan dinamakan Amirul Mukminin. (Ushul As-Sunnah hal. 64 dengan syarah Syaikh Walid bin Saif An-Nashr) 

- Imam Harb Al-Kirmani rahimahullah berkata : Inilah ajaran para imam ilmu, ashabul atsar, ahlussunnah yang dikenal dengan (kegigihan berpegang teguh dengan Sunnah) yang merupakan suri tauladan mulai dari para sahabat nabi ﷺ hingga hari ini. Dan aku mendapati (menimba ilmu) dari ulama di Iraq, Hijaz (Makkah Madinah) dan selain mereka, semuanya berada di atas aqidah ini. Barangsiapa menyelisihi salah satu dari prinsip-prinsip ini, atau mencelanya, atau menyinyiri yang mengatakannya, maka dia orang yang menyelisihi (menyimpang/sesat), mubtadi' (ahli bid'ah), keluar dari jamaah, menyimpang dari manhaj Sunnah dan dari jalan kebenaran....(Di antaranya) Tunduk patuh kepada pemimpin kaum muslimin, tidak mencabut tangan dari mentaatinya, tidak memberontak dengan senjata hingga Allah memberikan solusi bagimu. Dan anda tidak mengkudeta pemimpin kaum muslimin, mendengar dan taat kepada mereka, tidak membatalkan baiat kepadanya. Barangsiapa yang berbuat demikian, maka dia mubtadi', mukhalif serta memisahkan dari jamaah. (Mu'taqad Ahlussunnah wal Jamaah hal. 20 & 35 oleh Imam Harb Al-Kirmani)

- Syaikh Dr. Sulaiman Ar-Ruhaili hafizhahullah berkata : Barangsiapa yang menyelisihi salah satu prinsip salaf atau prinsip Ahlussunnah wal Jamaah, maka dia keluar dari lingkaran mereka (Ahlussunnah) dan bukan termasuk dari mereka (Ahlussunnah). (Di antara prinsip tersebut adalah) Mendengar dan mentaati pemimpin kaum muslimin dalam hal yang tidak bermaksiat kepada Allah serta berpegang teguh dengan jamaah pemimpin kaum muslimin. Ahlussunnah mengikrarkan akan hal ini dan menjadikannya sebagai aqidah/ajaran agama dan bukan untuk menjilat pemimpin atau untuk mengais harta. Hal ini berlainan dengan selain mereka yang tidak dijadikan sebagai aqidah kecuali apabila ada kemaslahatan bagi mereka dalam hal ini dan mereka berubah-ubah (bunglon alias mencla-mencle). (Dirasat fi Al-Manhaj hal. 101-102 oleh Syaikh Dr. Sulaiman Ar-Ruhaili)

- Syaikh Dr. Abdul Aziz Ar-Rayyis hafizhahullah berkata : Prinsip ini (wajibnya mendengar dan taat kepada pemimpin kaum muslimin) telah diikrarkan oleh Ahlussunnah dalam kitab-kitab aqidah. Imam Ahmad rahimahullah berkata: "Mendengar dan taat kepada pemimpin kaum muslimin yang baik maupun yang fajir, yang menguasai kekhalifahan serta manusia bersatu di atasnya, meridhainya dan yang berhasil mengkudeta lalu berhasil menjadi khalifah." Ketika Al-Hasan bin Shalih menyelisihi prinsip (yang satu) ini, maka Sufyan Ats-Tsauri dan Imam Ahmad serta selain mereka berdua menvonisnya sesat. (Haqiqah Ad-Dakwah As-Salafiyah hal. 21 oleh Syaikh Dr. Abdul Aziz Ar-Rayyis) 

Apakah para ulama Ahlussunnah yang menyatakan statement di atas itu sekolam dengan pengusung pembagian tauhid menjadi empat bagian : Tauhid Rububiyah, Uluhiyah, Asma' wa Sifat, serta Tauhid Hakimiyah (tidak ada yang membuat hukum kecuali Allah) (dari kalangan harakiyyin, takfiriyyin, irhabiyyin) ? Sungguh keji tuduhan DR tersebut. 

كَبُرَتۡ كَلِمَةࣰ تَخۡرُجُ مِنۡ أَفۡوَ ٰ⁠هِهِمۡۚ إِن یَقُولُونَ إِلَّا كَذِبࣰا

"Alangkah jeleknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka; mereka hanya mengatakan (sesuatu) kebohongan belaka." (Surah Al-Kahfi : 5) 

Bukankah sang DR sendiri yang lebih layak dikatakan sekolam dengan pengusung pembagian tauhid menjadi empat bagian (dari harakiyyin, takfiriyyin dan irhabiyyin) karena sering nyinyiri dan mencela pemimpin kaum muslimin?!

Syaikh Sulaiman Ar-Ruhaili hafizhahullahu berkata : Sesungguhnya pengusung pembagian tauhid menjadi empat bagian itu pada hakikatnya bertujuan untuk mencaci maki pemimpin kaum muslimin, melaknatnya dan mengkafirkannya... (Link : klik disini)

Bahkan Sang DR ini dulu pernah berkata di dalam makalahnya "Antara Abduh Dan Ba'abduh" hal. 16: "Banyak ulama Ahlussunnah yang menyatakan bahwasanya barangsiapa yang memberontak (keluar dari ketaatan) terhadap pemerintah yang dzolim, maka ia adalah mubtadi' yang telah menyimpang dan keluar dari Ahlus Sunnah wal Jama'ah". 

Apakah dia sudah hilang ingatan atau memang sudah tidak mau lagi dengan aqidah salaf yang dia katakan dulu?! Wahai Dzat yang membolak-balikan hati, tetapkanlah hati kami di atas agamamu. 

Hudzaifah radhiyallahu 'anhu berkata :

إِنَّ الضَّلاَلَةَ حَقَّ الضَّلاَلَةِ أَنْ تَعْرِفَ مَا كُنْتَ تُنْكِرُ وتُنْكِرَ مَا كُنْتَ تَعْرِفُ وإِيَّاكَ والتَّلَوُّن فِي دِيْنِ اللَّهِ فَإِنَّ دِيْنَ اللَّه وَاحِدٌ

Sesungguhnya kesesatan yang sebenarnya adalah engkau menganggap baik apa yang dulunya engkau ingkari dan engkau mengingkari apa yang dulu engkau anggap baik. Jauhkan dirimu dari mencla-mencle dalam urusan agama Allah (aqidah & manhaj) karena agama Allah itu satu. (Al-Ibanah Al-Kubra hal. 505 oleh Ibnu Baththah) 

Kata-kata bijak para ulama Ahlussunnah :

- Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata: Prinsip yang ketiga, di antara penyempurna persatuan adalah mendengar dan taat kepada pemimpin kaum muslimin, meskipun dari budak Ethiopia. Nabi ﷺ telah menjelaskan hal ini dengan penjelasan yang terang benderang, mencukupi serta mengobati dengan berbagai macam konteks. Akan tetapi prinsip ini (sekarang) tidak lagi dipahami oleh kebanyakan orang yang mengaku berilmu apalagi diamalkan?! (Al-Ushul As-Sittah hal. 44 dengan syarah Syaikh Dr. Abdurrazzaq Al-Badr) 

- Syaikh Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al-Abbad Al-Badr hafizhahullah berkata : Prinsip yang satu ini, yaitu mendengar dan mentaati pemimpin kaum muslimin tidak dipahami oleh kebanyakan orang yang berilmu apalagi yang awam. Lalu bagaimana mereka bisa mengamalkannya?! Itulah jika hawa nafsu telah merasuki hati, maka dia buta terhadap sunnah.

Hal ini mengakibatkan orang yang berkecimpung dengan ilmu (sekalipun yang bergelar DR) menyibukkan diri dengan mencaci maki pemimpin serta menanamkan kebencian terhadap pemimpin dalam dada masyarakat dan memenuhi hati dengan rasa hasad dan lain sebagainya dari hal-hal yang tidak diajarkan oleh Al-Quran maupun hadits, akan tetapi dia menyeru kepadanya. Engkau mendapati di dalam banyak hadits dan ucapan para imam (Ahlussunnah) perintah untuk mendengar dan taat kepada pemimpin kaum muslimin serta bersatu (di atasnya), anjuran untuk mendoakan kebaikan untuk mereka, serta menasihati mereka (secara rahasia dan lemah lembut). Dan tidak ada satu haditspun yang memerintahkan untuk mencaci mereka, berbuat curang kepada mereka, memprovokasi massa (untuk membenci mereka) serta memenuhi jiwa masyarakat dengan kedengkian terhadap mereka. (Syarah Al-Ushul As-Sittah hal. 52) 

- Syaikh Abdul Aziz Ar-Rayyis hafizhahullah berkata : Yang aneh bin nyeleneh kalau ada orang mengaku dia salafi, Sunni di atas aqidah Ahlussunnah wal jamaah namun menyelisihi hal ini (prinsip mendengar dan taat kepada pemimpin kaum muslimin). Maka kita katakan kepadanya: Anda di antara dua pilihan, anda jahil atau pendusta. Anda jahil karena tidak tahu aqidah ahlussunnah dalam masalah (wajibnya) mendengar dan taat kepada pemimpin kaum muslimin dalam hal yang tidak bermaksiat kepada Allah seperti yang telah dicantumkan dalam kitab-kitab aqidah (ahlussunnah) atau anda pendusta meskipun anda sebetulnya tahu aqidah yang satu ini, namun anda tetap bersikeras untuk menyelisihi ahlussunnah. Jika anda berdusta, maka anda bukan bagian dari mereka (ahlussunnah). Namun jika anda jahil, maka perlu untuk diajari dan jika anda rujuk kepada prinsip ahlussunnah ini, maka anda termasuk mereka, jika tidak, maka anda bukan termasuk mereka (ahlussunnah). (Al-Minnah fi Syarh Ushul As-Sunnah Li Imam Ahlissunnah Ahmad bin Hanbal hal. 110-111) 

Kesimpulan : Barangsiapa yang tidak meyakini wajibnya mendengar dan taat kepada pemimpin kaum muslimin dalam hal yang tidak bermaksiat kepada Allah, maka dia Mubtadi' (keluar dari Ahlussunnah). Namun jika dia meyakini akan kewajiban mendengar dan taat kepada pemimpin kaum muslimin dalam hal yang tidak bermaksiat kepada Allah akan tetapi dia melanggar salah satu perintahnya, maka dia pelaku maksiat dan tidak keluar dari Ahlussunnah.

Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullahu berkata : Hukum menyelisihi dan memaksiati pemimpin kaum muslimin dalam hal yang tidak diharamkan dan bukan maksiat, maka itu adalah haram dan sangat diharamkan, karena itu bentuk maksiat kepada Allah dan Rasul Nya. 

Allah Ta'ala berfirman : 

یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوۤا۟ أَطِیعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِیعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَأُو۟لِی ٱلۡأَمۡرِ مِنكُمۡ

"Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemimpin) di antara kamu." (Surah An-Nisa :' 59)

Dan Nabi ﷺ bersabda :

مَن يُطِع الأَمِيْرَ فَقَدْ أَطَاعَنِي ومَن عَصَى الأَمِيْرَ فَقَدْ عَصَانِي

Barangsiapa yang mentaati pemimpin (kaum muslimin), maka dia telah mentaatiku dan barangsiapa yang memaksiati pemimpin kaum muslimin, maka dia telah memaksiatiku. (Hadits Riwayat Ibnu Abi Ashim) (Al-Ajwibah Al-Mufidah hal. 206 oleh Syaikh Shalih Al-Fauzan)

Wallahu'alam

Posting Komentar

0 Komentar