Sebagaimana Perayaan Maulid Nabi itu sendiri yang masih simpang siur, baik dari segi hukum perayaan itu sendiri, tanggal kepastian kelahiran Nabi, hingga siapa orang pertama yang mengadakan Maulid Nabi. Maka tradisi Bungo Lado yang dianggap sebagai menyambut dari perayaan Maulid Nabi pun juga masih simpang siur sejarahnya.
Menurut dari indonesia(dot)go(dot)id, disertasi dari Pramono yang berjudul 'Wacana Maulid Nabi di Minangkabau : Kajian Tentang Dinamikanya Berdasarkan Naskhah-Naskhah Karya Ulama Tempatan', menyebutkan tidak ada sejarah kapan muncul pertama kali dirayakan tradisi Bungo Lado ini sebagaimana ketidakjelasan sejarah ritual Maulid Nabi.
Namun merujuk dari artikel Andri Maijar (2018), 'Tradisi Bungo Lado Sebagai Representasi Budaya Islam di Kabupaten Padang Pariaman', setidaknya makna antropologis telah sedikit diungkapkan. Dimuat dalam jurnal Ekspresi Seni, Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Karya Seni, artikel Maijar menyebutkan bahwa bagi masyarakat Padang Pariaman ritual Bungo Lado merupakan ekspresi gotong-royong. Bungo Lado merupakan bentuk sumbangan (infak) masyarakat untuk pembangunan masjid/kegiatan kerohanian lainnya. Hal ini merujuk dari firman Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam Surah Al Baqarah ayat 148 : 'Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan.'
Maka dengan ini sangat jelas, jika akarnya saja sudah bermasalah, maka turunannya pun juga bermasalah. Jika Maulid Nabi saja mayoritas ulama tidak sepakat akan hari rayanya, apalagi tradisi Bungo Lado. Ditambah lagi tradisi Bungo Lado ini pun juga tidak dilakukan di daerah-daerah lainnya yang ada di Sumatera Barat, hanya ada di Kabupaten Padang Pariaman saja.
Jika seandainya Tradisi Bungo Lado merupakan syariat bagian dari Maulid Nabi, sudah barang tentu daerah lainnya secara umum di Sumatera Barat juga ikut melakukannya.
Tidak heran jika tradisi Bungo Lado adalah tradisi yang dibuat-buat atau dikatakan sebagai bid'ah.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam urusan kami ini (urusan agama) yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak” (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim)
Wallahu'alam
0 Komentar